Jumat, 25 November 2016

Warga Batubara Keluhkan Pungli Oknum Polair

WARGA Batubara, Mariani Tanjung, mencak-mencak dan marah kepada 2 pejabat Polair Poldasu. Dua kapal penangkap ikannya ditahan aparat Polair di Perairan Batubara. Padahal selama ini ia selalu setor Rp600 ribu setiap bulan.

Kemarahan Mariani meluap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi B DPRD Sumut dengan Direktur Kepolisian Air (Dirpolair) Poldasu Kombes Ir Sjamsul Badhar, Kasubdit Gakkum Polairda Polda Sumut AKBP Drs Den Martin Nasution dan Dinas Kelautan Perikanan Sumut, Rabu (23/11), di gedung dewan, terkait larangan kapal nelayan yang memakai alat penangkap. Kemarahan Mariani dipicu atas penahanan 2 kapal penangkap ikan miliknya, Jumat (21/10), oleh 2 pejabat Polair.

RDP dipimpin Sekretaris Komisi B DPRD Sumut Aripay Tambunan, dihadiri anggota komisi B seperti Wasner Sianturi, Jantoguh Damanik dan Hj Helmiati.

"Yang menangkap Polair Belawan Bripka Asum Simanjuntak. Katanya kapal saya punya kesalahan alat tangkap. Menurut saya, apa karena saya tidak setor ke polisi selama 2 bulan?. Kenapa kapal saya saja ditangkap sedangkan kapal lain yang salah tidak," ucap Mariani emosi, sambil menyatakan saat ini banyak nelayan di Batubara kesulitan cari makan.

Mariani menyesalkan penangkapan 2 kapal nelayannya termasuk nakhoda kapal Marolop Simatupang dan Longgam Sirait. Menurutnya, kapal Tangkul Teri miliknya ditangkap Polair di Batubara dan dibawa ke Belawan 21 Oktober 2016 pukul 02.00 WIB. Kapal membawa 20 Kg ikan teri hasil tangkapan 6 awak kapal. "Jangan yang setor dibebaskan, tapi yang tidak setor ditangkap. Kapal kami yang ditangkap Polair kayak perampok. Saya justru tahu dari orang lain," sesalnya.

Kasubdit Gakkum Polairda Polda Sumut, AKBP Drs Den Martin Nasution, mengatakan, Gakkum Polair Polda Sumut sudah melimpahkan kasus penangkapan 2 kapal nelayan milik Mariani Tanjung. "Sudah P21 (lengkap) di Kejari Belawan. Kita tunggu saja prosesnya. Kapal nelayan ibu Mariani memakai pukat Hela," cetus AKBP Drs Den Martin Nasution, tanpa menyahuti soal setoran yang dituding Mariani.

Komisi B pun merekomendasikan beberapa poin, diantaranya meminta Dinas Kelautan Provinsi Sumut agar mencari solusi bijaksana. Karena ada 11.892 kapal nelayan di perairan Sumut berpotensi ditangkap Polair, akibat melanggar Permen Kelautan Perikanan No 02/2015, tentang larangan penggunaan alat tangkap pukat hela (trawl) dan pukat tarik (seine net).

Usai RDP, M24 mengkonfirmasi Mariani Tanjung. Menurut dia, setiap bulan ia selalu dipungut Rp600 ribu oleh aparat Polair Brigadir R. "Biasa saya setor Rp600 ribu selama 2 tahun terakhir. Brigadir R itu datang mengutip ke rumah," ungkapnya.

Mariani yakin, 2 kapal nelayan miliknya ditangkap karena uang pungutan liar (Pungli) yang biasa diberikan kepada oknum polisi Polair Brigadir R, belum disetorkan selama 2 bulan belakangan. Mariani mengakui alat tangkap ikan pukat hela yang digunakan kapalnya memang dilarang. Tapi dia heran kenapa tidak ada solusi dari pemerintah.

"Hanya pukat hela yang bisa menangkap ikan teri. Nelayan di Batubara bingung sekarang, sebab semua memakai pukat hela juga. Tapi kok banyak bebas melaut dan tidak ditangkap?. Apa karena setoran Pungli mereka lancar ke Polair, sedangkan saya nunggak 2 bulan," sindir Mariani, seraya menambahkan, 2 unit kapal tradisionil miliknya cuma bertenaga mesin 5 GT. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar