KETUA Komisi E DPRD Sumut, Syamsul Qodri Marpaung Lc, mengungkapkan, prilaku buas predator melakukan kekerasan terhadap anak dan perempuan, telah memasuki tahap mengerikan. Selain sulit terdeteksi, pelaku mengambil keuntungan sesaat, menjadikan korban pelecehan seksual, pemerkosaan, perbudakan serta human trafficking (perdagangan). Itulah sebabnya, sejak dini polisi, jaksa dan hakim wajib serius memberi tuntutan seberat-beratnya, bahkan vonis mati.
Menurutnya, gencarnya kasus pelecehan terhadap anak dan perempuan indikasi tidak terwujudnya hak-hak anak melalui payung UU Perlindungan Anak No 23/2002, yang telah diubah menjadi UU No 35/2014. Kondisi tersebut diyakini Syamsul sebagai fakta empiris miris, predator anak/perempuan gentayangan bebas tak terdeteksi pada lingkungan terkecil keluarga, sekolah dan kawasan sekitar tempat tinggal. "Polisi dan jaksa tolong menangani serius. Sedangkan hakim menghukum seberat-beratnya para pelaku. Hukum mati saja predator anak dan perempuan itu," ungkap legislator dari F-PKS itu bernada tinggi, Rabu (5/10).
Senada, anggota Komisi E dari Fraksi Golkar, Janter Sirait, menambahkan, pada sisi lingkungan keluarga, sekolah dan kawasan tempat tinggal, kalangan orangtua, perangkat sekolah serta komponen masyarakat perlu jeli dan semakin meningkatkan kewaspadaan. Berbagai peristiwa yang sudah terjadi di Medan, Sumut dan penjuru Tanah Air, patut jadi pembelajaran berharga, supaya tidak terulang menimpa anak/perempuan. Orangtua dan perangkat sekolah pun diingatkannya jangan lalai, meningkatkan pengawasan terhadap lingkungan aktivitas anak/perempuan.
"Negara juga tidak boleh buang badan melepaskan tanggungjawab. Bukan apa-apa, aksi buas para predator telah membuat hilang rasa aman/nyaman warga negara di lingkungan maupun ruang-ruang publik," tandasnya. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar