OPERASIONAL PLTU Labuhan Angin dan PLTU Pangkalan Susu dipastikan telah mencemari lingkungan dengan polusi abu, asap dan limbah cair. Karenanya, Poldasu didesak segera melakukan proses hukum.
Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi A dan D DPRD Sumut dengan pihak Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin dan Pangkalan Susu, di gedung dewan, kemarin (16/1).
Rapat yang dipimpin Ketua Komisi D DPRD Sumut H Syah Afandin SH, dihadiri anggota DPRD Sumut diantaranya, Mustofawiyah Sitompul, Zeira Salim Ritonga, Darwin Lubis, Jubel Tambunan dan Astra Yuda Bangun. Sedangkan 2 PLTU diwakili Khaldun selaku Bidang Produksi Pembangkit PLN Sumut membawahi Labuhan Angin Sibolga dan Pangkalan Susu Langkat. Tampak pula Kepala BLH Sumut Hidayati serta Kasubdit Tipiter Poldasu AKBP Robin Simatupang.
"Saya rasa kasus Labuhan Angin dan Pangkalan Susu masuk masalah Nasionl, sebab pencemaran terjadi sejak tahun 2010. DPRDSU, Poldasu dan BLH akan tinjau lokasi dalam waktu dekat," tegas Syah Afandin.
Sementara, Zeira Salim Rtionga dengan lantang meminta Poldasu agar proaktif. "BLH berikan laporan tertulis kepada Poldasu agar kasus hukumnya diambilalih," pinta Zeira.
Koleganya, Jubel Tambunan mengaku pernah melihat limbah abu PLTU Labuhan Angin dibuang ke laut. "Ini persoalan serius, jangan enteng-enteng saja memandang," kata Jubel.
Astra Yuda Bangun, memastikan telah terjadi pelanggaran lingkungan dilakukan ke-2 PLTU tersebut. "Banyak masalah di Labuhan Angin dan Pangkalan Susu. Ada PP 101/2014 tentang limbah B3 sekaligus sanksi. Apa tindakan PLN Sumut?. Daya yang dihasilkan Labuhan Angin cuma 60 MW tapi memunculkan pencemaran," sesalnya, sembari menegaskan, bila membahayakan warga sekitar, operasi PLTU wajib dihentikan.
Lebih keras lagi dilontarkan Mustofawiyah Sitompul. Bagi dia, di Labuhan Angin ada 2 turbin, namun cuma menghasilkan daya 60 MW dari yang seharusnya 240 MW. "Buangan asap miring dan membahayakan. Bobroknya Labuhan Angin bertahun-tahun dibiarkan. Penjarakan saja siapa yang bangun PLTU Labuhan Angin dengan dana Rp2,7 triliun itu," cetusnya.
Kepala BLH Sumut, Hidayati, membeberkan, pada 27 Juli 2016, pihaknya membuat kesepakatan dengan PLTU Labuhan Angin dan PLTU Pangkalan Susu. "Labuhan Angin dapat proper hitam tahun 2015. Makanya sekarang diambilalih Kementerian LH dan masuk penegakan hukum," akunya, seraya menambahkan, untuk PLTU Pangkalan Susu masih tahap memberi pembinaan pengendalian limbah.
Sedangkan AKBP Robin Simatupang berpendapat, sampai saat ini, Poldasu belum menerima laporan pengaduan, tetapi BLH sudah meminta proses penindakan. "Di Pangkalan Susu soal TKA yang kami tindak. Pengaduan pelanggaran lingkungan di Labuhan Angin dan Pangkalan Susu tetap kami tunggu," janji Robin.
Menanggapi tudingan skeptis tersebut, Khaldun, Bidang Produksi Pembangkit PLN Sumut, justru tidak jelas memberi keterangan. "PLTU Labuhan Angin memang dapat proper hitam sejak 2015. Tanah Labuhan Angin dulunya milik TNI AL dan baru 2016 rampung diurus termasuk izin HO. Rencana kami di Labuhan Angin, abu yang merupakan limbah B3 akan diubah jadi batako/paving block. Pengelolaan lingkungan terus kami maksimalkan," tepisnya.
Jawaban itu malah membuat geram semua legislator. "Dari 5 tahun lalu kalian janji dan bicara begitu. Sekarang bicara itu lagi. Tak ada janji dan kalimat PLN Sumut yang bisa dipercaya," tandas anggota dewan. ***
CSR jyga tak tersalurkan
BalasHapus