Minggu, 19 Maret 2017

Amankan Nasib Guru Honor

PEMERINTAH Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) sebaiknya cepat mencari solusi atas nasib ribuan guru honor di 33 kab/kota Sumut, pasca pengalihan SMA/SMK Negeri ke Provinsi.

Sebab, belakangan terdengar santer, telah muncul masalah baru di lapangan, terkait mogok mengajar ratusan guru bantu. Payung hukum yang dikeluarkan pemerintah pusat melalui Permendikbud No 8/2017 tentang Juknis Dana BOS, bisa dijadikan acuan teknis.

Saran tersebut dilontarkan Ketua Fraksi Partai Hanura DPRD Sumut, Toni Togatorop SE MM kepada M24, Rabu siang (15/3), di gedung dewan Jln Imam Bonjol Medan.

Toni meyakini, pemerintah kab/kota di Sumut sudah legowo melepaskan pengelolaan SMA/SMK Negeri kepada provinsi. Kini tinggal menagih kebijakan Pemprovsu mengamankan nasib guru honor dan berbagai persoalan baru. "Saya rasa ini amanat UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Wajib disikapi bijak oleh semua stakeholder terkait. Pemprovsu patut jemput bola dan proaktif terhadap nasib guru bantu/honor. Pakai payung hukum Permendikbud No 8/2017 sebagai landasan," ingat Toni.

Isu Besar
Anggota Komisi D DPRD Sumut bidang pembangunan tersebut, memastikan, pengalihan pengelolaan SMA/SMK ke provinsi telah menjadi isu besar di penjuru Tanah Air. Artinya, bila pemerintah provinsi di Indonesia setengah hati menyikapi, maka bukan mustahil memunculkan "bom waktu", keresahan sosial yang bisa meledak setiap saat. Toni mencontohkan, ketika provinsi lemah/lambat menangani pengelolaan SMA/SMK, niscaya menambah beban pemerintah/dinas pendidikan kab/kota. Belum lagi menyangkut penyerahan aset daerah yang butuh persetujuan DPRD kab/kota. Pelepasan aset-aset seperti tanah dan bangunan sekecil apapun disebutnya butuh persetujuan DPRD.

"Sedangkan kendaraan dinas nominalnya wajib di atas Rp5 miliar," ungkap Toni.

Makanya, lanjut Toni lebih jauh, penyerahan kewenangan SMA/SMK Negeri, bukan sesuatu yang mudah atau main-main. Sebab banyak kelemahan di pemerintah kab/kota, seperti berkas-berkas neraca aset. Buktinya, ungkap Toni lagi, pada beberapa kab/kota, BPK telah memberi opini wajar dengan pengecualian, namun yang dikecualikan adalah pelaporan aset. "Jika aset-aset tersebut diserahkan ke provinsi, tentu saja aset provinsi naik, sementara di kab/kota berkurang. Sekarang neraca aset tidak rapi. Bahkan ada sekolah yang tidak memiliki aset," ungkapnya heran.

Nasib Guru Bantu/Honorer
Kembali kepada masalah nasib guru bantu/honor, legislator asal Dapil Sumut XI itu menilai, belakangan muncul keluhan dari pemerintah kab/kota terkait finansial yang tidak ditanggung APBD lagi. Pasalnya, provinsi hanya mengisi formulir pengisian untuk guru ASN/PNS, sementara formulir isian guru honor tidak diberikan. Kalau tenaga honor tidak ditarik, tegas Toni, sudah pasti terjadi kebingungan guru di daerah.

Sementara provinsi sendiri belum punya regulasi jelas terhadap guru honorer daerah. Apakah ditarik ke provinsi semua atau bagaimana. Bagi Toni, tenaga honorer sebaiknya ditarik juga ke provinsi. Gubernur Sumatera Utara Erry Nuradi bisa melakukan dengan mencabut moratorium pemindahan personel dari kab/kota ke provinsi. "Andaikan tidak dicabut, ya mereka gak bisa masuk dong. Tapi jika dicabut, saya minta jangan dimanfaatkan seluas-luasnya sehingga ada orang yang diselipkan diam-diam. Kalau perlu direvisi dan ditarik saja untuk status guru," usulnya.

Toni pun berharap data personel ASN/PNS dan swasta ditata rapi. Kemudian standar anggaran gaji personel dihitung dengan baik, agar tidak bengkak. Sebab penandatanganan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) kerap terjadwal sesuai waktu. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar