AKSI pungutan liar (Pungli) di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sergai kini semakin merajalela.
Tambahan dana tak resmi ini, bahkan diperkirakan sudah berlangsung selama 3 tahunan. Pungli ini biasa disebut oleh oknum pegawai, dengan istilah dana taktis, dipergunakan untuk biaya penggajian pegawai kontrak di BPN Sergai.
Biaya tak resmi ini, kata Marwiyah (23), warga Desa Sementara Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Sergai, Rabu (3/5), jumlahnya bervariasi, sesuai dengan surat tanah yang sedang diurus. Jika untuk cek bersih, secara resminya hanya dikenakan tarif Rp50 ribu, ditambah biaya tak resmi Rp10 ribu. Sedangkan untuk pengurusan Roya (penghapusan hutang) dikenakan biaya tambahan Rp50 ribu dari resminya Rp50 ribu.
Sementara untuk urusan hak tanggungan (HT) dengan pinjaman di atas Rp250 juta ke atas, dikenakan biaya resmi Rp200 ribu. Jika pinjaman di bawah Rp250 juta, dikenakan biaya pengurusan resmi Rp50 ribu ditambah biaya tak resmi Rp300 ribu/sertifikatnya.
Praktik Pungli ini sungguh memberatkan setiap warga yang melakukan pengurusan surat menyurat tanah di BPN Sergai. Sebenarnya, sambung Yuli Defikar (23), warga Desa Firdaus Kecamatan Sei Rampah, ada 15 sertifikat tanah yang harus diambil karena proses secara administrasi. Namun tidak dapat dibawa pulang karena dana taktis belum dapat dibayar. Dana yang resminya sudah terlebih dahulu dibayarkan.
Lantas, kata Yuli, sertifikat yang sudah selesai pengurusannya harus menginap di Kantor BPN Sergai. Sedihnya lagi, berdampak dengan pengurusan surat tanah yang lainnya. Anehnya, ketika dibawakan surat tanah baru, petugas yang ada di loket mentah-mentah menolaknya, dengan alasan bayar dahulu urusan dana taktis yang lama. "Jangan sudah diproses, surat tanah ini tidak diambil dan bertumpuk di sini," ungkap Yuli, menirukan ucapan pegawai-pegawai yang bertugas di loket, seraya menunjukkan arah ruangan pelaksana tata usaha yang baru.
Yuli menambahkan, pihak BPN Sergai tidak menerimanya, apalagi memprosesnya. Padahal, biaya resmi sudah dibayarkan. Surat tanah itu akan diterima petugas loket dan diproses kembali dengan catatan, dana taktis yang dipinta harus dilunasi, walaupun dana itu sifatnya tidak resmi, toh terus ditagih oknum-oknum pegawai di lokat dan bagian urusan umum. Oleh karena merasa ditekan dan tidak mau ribut, akhirnya uang sebesar Rp5 juta, diserahkan kepada oknum-oknum pegawai BPN sebagai pelunasan dana taktis belum lama ini.
Diharapkan aksi Pungli ini bisa segera diberantas oleh aparat penegak hukum dan Kakanwil Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sumut, yang berwenang untuk segera memberikan sanksi tegas. "Jangan sampai praktik Pungli ini tumbuh sumbur bagaikan tumbuhnya jamur di musim hujan di kantor BPN Sergai," kata Yuli.
Kepala BPN Sergai, ketika dijumpai sering tidak berada di kantor dan saat dihubungi M24 via selulernya, Kasi II BPN Sergai, Masniary, membantah dan mempersilakan untuk melihat ke loket, karena ia mengaku tidak ingat. Menurutnya, semua harga ada di loket dan cek kebenarannya. Ketika disinggung soal dana taktis, Masniary kembali membela diri.
"Itu tidak ada dana taktis dan tidak ada di kantor ini. Semua tarif dan biaya pengurusan surat tanah sudah diatur pada Peraturan di PNBP No 128/2015. Lihat sajalah di loket depan," ucap Masniary menantang.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar