Massa Komite Rakyat Bersatu (KRA), Senin (26/9) pagi, berunjukrasa ke gedung DPRD Sumut, menyampaikan tuntutan penyelesaian konflik agraria sekaligus seruan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Tanah DPRD Sumut.
"Laksanakan UU Pokok Agraria Nomor 5/1960. Bagikan 2 Ha tanah kepada rakyat petani dan kembalikan seluruh tanah milik masyarakat Sumut yang dirampas PTPN II, III dan IV. Distribusikan lahan eks HGU PTPN II seluas 5.873,06 Ha sesuai data nominatif, yang sudah diajukan kepada Gubsu dan pemerintah pusat. Kami juga minta DPRD Sumut membentuk Pansus Tanah dan ikut menyelesaikan semua konflik agraria di Sumut," ungkap seorang pengunjukrasa.
Ketua Komisi A DPRD Sumut Sarma Hutajulu SH (F-PDIP) dan anggota Komisi A Burhanuddin Siregar SE (F-PKS), yang menemui pengunjukrasa, mengatakan, Komisi A DPRD Sumut akan menggelar RDP Selasa (27/9) bersama pihak-pihak terkait membahas konflik agraria di Sumut. "Besok kami undang mereka pukul 10 pagi. Kalo teman-teman di sini bisa hadir, silahkan datang. Kita upayakan juga membahas Perda tanah adat besok. Soal Pansus Tanah, kami segera mendorong dan memperjuangkan sesuai Tatib Dewan. Kami beri 1 tahun kepada Gubsu HT Erry NUradi menyelesaikan masalah eks HGU PTPN II," kata Sarma.
Terpisah, seorang pendemo, H Syamsul Hilal, mengungkapkan, Gubsu punya wewenang besar dalam menyelesaikan konflik agraria selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat. "Kita minta beliau melakukannya untuk kepentingan rakyat Sumut," kata Syamsul.
Tuntaskan
Terpisah, massa Serikat Petani Indonesia (SPI) yang membawa spanduk long march di Jalinsum Medan-Tebingtinggi, protes penuntasan konflik agraria di Desa Pamah Kecamatan Silindak Sergai. "Tanah seluas 250 Ha dirampas perkebunan PT Cinta Raja puluhan tahun dan sampai sekarang tidak ada langkah penyelesaiannya," ungkap Koordinator Aksi, Jekson Purba.
Jekson menegaskan, UUPA harus menjadi dasar utama penyelesaian konflik agraria. Apalagi agenda land reform sudah masuk RPJMN, maka Pemkab Sergai punya kewajiban menjalankannya. Dan petani berhak atas 2 ha lahan untuk produksi. Namun hingga kini, kondisi kian terbalik. Petani tidak bertanah, malah perkebunan menguasai tanah rakyat. "Hingga petani terjebak dalam kemiskinan. Dan kini petani terjebak konflik agraria dengan perkebunan PT Cinta Raja," pungkasnya. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar