Senin, 26 September 2016

Raskin dan Voucer Pangan

MULAI awal 2017, Presiden Jokowi memastikan program pendistribusian beras untuk rakyat miskin (raskin) diganti jadi voucer pangan.

Ada sikap optimistis dari reformasi kebijakan ini. Rakyat yang belum sejahtera dan belum mampu, punya banyak pilihan untuk membeli bahan kebutuhan pokok dengan kualitas lebih baik. Bahkan, rakyat akan memperoleh nutrisi, protein dan karbohidrat lebih seimbang.

Jika menilik ke belakang, program Raskin dalam ketahanan pangan yang telah berjalan dan bertahan selama 17 tahun sampai sekarang, juga tak luput dari banyak permasalahan. Mulai dari jatah warga yang dibatasi sampai kepada si penerima bukan yang berhak.  

Dalam penyaluran raskin di lapangan terjadi penyelewengan dan manipulasi, sebagaimana banyak diberitakan di media massa. Raskin dijual ke penadah, penyaluran raskin yang salah sasaran dan raskin tak layak yang dikeluhkan warga, bukti penyelewengan dan manipulasi dalam penyaluran raskin.

Tidak hanya salah sasaran, kesalahan dalam penyaluran raskin juga terjadi karena mutu beras yang jelek, dijual lagi ke pasar, jumlah berkurang, tidak sesuai harga, ada biaya tambahan dan tunggakan hasil penjualan tidak disetor ke Bulog.

Dalam catatan penulis, yang berpeluang melakukan kejahatan raskin adalah di gudang, kepala gudang dalam tupoksi secara khusus tanggungjawab keluar dan masuk barang serta menjaga kualitasnya. Tak heran jika yang terjadi di masyarakat, beras susut dan kualitas tak terjamin.

Program raskin ini ibarat gadis primadona cantik yang mengajak kencan, berbagai cara taktik, politik dilakukan untuk mengejar kenikmatan sesaat. Seiring pergantian program raskin ke voucer pangan, Bulog pun dikembalikan lagi fungsinya sebagai stabilisator harga beras dan penyanggah harga gabah petani yang jatuh.

Kesalahan-kesalahan dalam pendistribusian raskin bisa dihempang jika program raskin diganti voucer pangan tadi. Tetapi yang patut diwaspadai dan menjadi pertanyaan sekarang adalah soal metode pendistribusian voucer pangan tersebut. Kalau dikatakan efisien, memang lebih memungkinkan jika dibanding pendistribusian raskin yang butuh tenaga dan biaya. Tetapi apakah juga pendistribusiannya akan bisa tepat sasaran?.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar