Jumat, 30 September 2016

Terkait Izin Usaha, 6 Legislator Binjai Terima Suap

Toko Hauwai Ponsel yang punya 5 cabang di Binjai Sumatera Utara diberi tempo tiga minggu oleh DPRD Kota Binjai untuk mengurus perizinan. "Diantaranya seperti SIUB, HO/SITU, TDP, Postel serta SPJTL," ungkap anggota Komisi A dan Komisi B DPRD Kota Binjai, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas UKM dan Koperasi serta pelaku usaha Kota Binjai, beberapa waktu lalu.

RDP yang digelar dalam rangka menindaklanjuti hasil sidak dihadiri Ketua Komisi B Jonita Agina Bangun, anggota DPRD Kota Binjai Irhamsyah Pohan dan Atan. Sedangkan perwakilan Komisi A H Noor Sri Syah Alam Putra (Kirres) dan Ardiansya.

"Maksud tujuan rapat kita tidak neko-neko. Kita hanya minta Pemko Binjai agar berperan aktif untuk mendapatkan retribusi PAD dari para pengusaha. Dari sidak kemarin, banyak ditemukan pelanggaran masalah kelengkapan perizinan yang kami dapatkan," kata Jonita.

Terkait persoalan itu, beredar kabar 6 anggota DPRD Kota Binjai terima suap Rp3 juta per orang dan 1 ponsel. "Menurut informasi, si pemilik Ponsel Hawaii didatangi oknum anggota dewan dan minta Rp10 juta. Uang tersebut ada upeti kepada oknum dewan, agar tidak meneruskan proses administrasi yang tidak sesuai dengan ijin yang dimiliki pihak pengusaha Ponsel," ungkap sumber yang enggan menyebutkan namanya, kemarin.

Namun, imbuhnya, pihak pengusaha Ponsel berinisial H hanya mampu memberi Rp3 juta plus 1 Ponsel per orang. "Dan kuat dugaan uang itu diantarkan pemilik Ponsel ke kantor DPRD usai rapat paripurna," ujarnya.

Menanggapi itu, Ketua Komisi B DPRD Binjai, Jonita Agina Bangun, membantahnya. "Kita membantah isu itu, kita yang memerintahkan agar pihak pengusaha segera melengkapi dokumen seperti STPL," kata Jonita.

Calon Kepsek di Langkat Wajib Setor Rp40 Juta

DINAS Dikjar Langkat Sumatera Utara dikotori ulah oknum-oknumnya yang nakal. Praktik pungli terhadap 13 guru yang akan diangkat menjadi kepala sekolah terendus. Tak tanggung, mereka harus setor Rp40 juta!!.

Aroma busuk dugaan pungutan liar (pungli) di Dinas Pendidikan dan Pengajaran (Dikjar) Langkat terendus oleh media cetak, saat cek dan ricek kebenaran pungli tersebut. 13 guru yang akan diangkat menjadi kepala sekolah (Kepsek) dikenakan biaya Rp30 juta hingga Rp40 juta. Bahkan, guru-guru yang naik pangkat diduga kuat dikutip Rp2 juta per orang.

"Sekitar 13 guru yang akan diangkat menjadi Kepsek, datanya sudah ditandatangani BKD Langkat," ungkap sumber di lingkungan Pemkab Langkat, Selasa (27/9).

Terpisah, Kabid Dikdas P&P Langkat, Rudi Hendra Tarigan SPd Mpd, saat dikonfirmasi, menjelaskan, pungli terhadap 13 guru tersebut tidak benar. "Saya selaku Kabid Dikdas Dikjar Langkat tak mengetahui ada  pengangkatan 13 guru menjadi kepala sekolah itu di sini. Hingga kini dari pengangkatan 13 guru menjadi kepala sekolah tidak ada saya tandatangani. Saya berani sumpah," ujar Rudi.

Perihal kutipan guru yang sedang naik pangkat sebesar Rp2 juta per orang, Rudi berkelit. "Pengutipan setiap guru naik pangkat sebesar Rp2 juta itu sudah murah bang. Yang jelas kebanyakan lebih dari Rp2 juta, bahkan bisa mencapai Rp10 juta. Itu bukan setor ke saya. Kemungkinan habisnya uang mereka membuat surat-surat, berkas kenaikan pangkat," ucap Rudi.

Sementara, Kadisdikjar Langkat, Salam Syahputra, saat dikonfirmasi, mengatakan soal pungli tersebut tidak benar. "Pungli kepada 13 guru itu tidak benar. Pungli setiap guru yang naik pangkat sebesar Rp2 juta itu juga kebenarannya tidak ada. Mungkin ada orang lain yang bermain di belakang layar ini," tandasnya, sembari meninggalkan wartawan langsung ke mobilnya. ***

Dihantam Puting Beliung, Puluhan Rumah di Deliserdang dan Sergai Porakporanda


HUJAN deras disertai angin puting beliung, Rabu (28/9) malam, menerjang Kabupaten Deliserdang dan Serdangbedagai Sumatera Utara. Meski tak ada korban jiwa, namun puluhan rumah di enam desa porakporanda.

Puluhan rumah warga di 6 desa Kecamatan Pantai Labu Deliserdang yang rusak parah, mengakibatkan kerugian ratusan juta rupiah.

Enam rumah warga yang rusak diantaranya, rumah Maruba Siregar (53) di Dusun IV Desa Durian Kecamatan Pantai Labu. Atap rumah yang hancur ditimpa pojon bira-bira, memaksa Maruba mengungsi ke rumah keluarganya. Selain itu, rumah Ponem Simbolon (35) yang berdinding tepas beratap rumbia berukuran 6x5 m2, di Dusun VII Desa Pematang Biara Kecamatan Pantai Labu, rata dengan tanah.

"Mulai angin kencang, kami sudah mengungsi ke rumah orangtua yang berjarak hanya puluhan meter dari rumahku. Sudah dua kali Dinas Sosial Deliserdang memfoto rumah kami, tapi sampai sekarang bedah rumah yang diagungkan Pemkab Deliserdang tak pernah kami dapat," ujarnya.

Puluhan rumah warga di emapt desa lainnya, yakni di Dusun II Desa Bagan Serdang, di Desa Sei Tuan Kecamatan Pantai Labu 4 rumah rusak parah. Kemudian di Dusun III Desa Kelambir Kecamatan Pantai Labu dan di Desa Rantau Panjang Kecamatan Pantai Labu, 20 rumah warga rusak ringan.

Kepala Desa Rantau Panjang, Muhammad Yusni, menjelaskan, warga bergotong-royong memperbaiki rumah yang rusak. "Bantuan dari Muspika dan Pemkab Deliserdang sudah diberikan. Warga yang terkena musibah,  sementara menumpang di rumah familinya," sebutnya.

"Kita sudah buat laporan ke Kecamatan Pantai Labu dan akan ada bantuan bagi warga," imbuh Kepala Desa Sei Tuan Parningotan Marbun.

Di Sergai, puting beliung menghantam enam rumah warga di Kecamatan Sei Rampah, Perbaungan dan Tebingtinggi. Warga yang terkena musibah tersebut diantaranya, Poniran (47) di Dusun Jeruk dan Jefri (40) di Dusun Delima Desa Melati II Kecamatan Perbaungan. Kemudian rumah Wahidin (45) dan Lana (42) di Desa Pematang Pelintahan Kecamatan Sei Rampah. Warga lainnya, yakni Supono (50) dan Suherman (43), di  Dusun III Desa Kota Baru Kecamatan Tebingtinggi.

Kepala Badan Penanggulangan Bencara Daerah (BPBD) Sergai, Hendri Suharto, mengatakan, peristiwa angin puting beliung yang melanda Sergai merusak 6 rumah warga. "Pihak kita sudah turun ke lokasi dan sudah melakukan pendataan. Selanjutnya Pemkab Sergai segera menyalurkan bantuan kepada korban," tandasnya. ***

Kamis, 29 September 2016

Tidak Ada Kavling Laut di Batubara-Asahan-Tanjungbalai!!

PASCA pembakaran 4 kapal pukat Trawl oleh kelompok massa nelayan tradisional 10 September lalu, nelayan di 3 kabupaten/kota Sumatera Utara bersepakat. Tidak ada pengkavlingan laut di Batubara, Asahan dan Tanjungbalai!!.

Nota kesepakatan yang terungkap pada Penyuluhan Hukum dalam Pendayagunaan Sumber Daya Laut Tanjungbalai TA 2016, Rabu (28/9), juga menyebutkan, semua warga negara berhak melakukan usaha penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) RI. Selain itu, diantaranya juga, penyelesaian tindak pidana perikanan dilakukan secara adil dan merata, tidak tebang pilih.

Hadir dalam penyuluhan di Resto Raja Bahagia Jalan Arteri tersebut diantaranya, Kabid Pengawasan Pengendalian Sumber Daya Dinas Perikanan dan Provsu DR Martius Bangun, Kadiskanla Tanjungbalai Nefri Siregar, Kadiskanla Asahan HM Syarif, mewakili Diskanla Batubara Sunarto, PSDKP TBA Yuldi Herman, Kesyahbandaran Perikanan Taruna Wahid, mewakili Dit Pol Air Sumut AKP Ario Putranto, mewakili Lanal TBA Letda Laut (P) Philipus ES, anggota DPRD Tanjungbalai M Yusuf, anggota DPRD Asahan Irawansyah Siagian, Kasat Pol Air Tanjungbalai AKP Bakhdaruddin dan Kesbang Polinmas Asahan Sugeng.

Kemudian Kelompok Nelayan Batubara, Asahan dan Kota Tanjungbalai, yakni HNSI Asosiasi Nelayan Kerang Jayantara (ANJK), Asosiasi Nelayan Kerang (ANK), Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia (PNTI), Kesatuan Nelayan Tradisonal Indonesia (KNTI), Asosiasi Nelayan Tradisional Indonesia (ANTRI), Asosiasi Nelayan Indonesia (ANI) dan Serikat Nelayan Indonesia (SNI).

Menurut Nefri, penyuluhan menindaklanjuti pertemuan 22 September lalu di Aula Lumba Lumba Gedung Wira Bahari Mako Dit Pol Air Poldasu Belawan. Sementara, Martius, penyuluhan merespon isu berkembang tentang alat tangkap kerang yang digunakan. Sehingga 28 kapal diamankan Dit Pol Air Polda Sumut. "Dan alat tangkap yang digunakan legal sesuai Permen Perikanan dan Kelautan No 2/2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawl) dan pukat Tarik," jelasnya.

M Yusuf berharap seluruh nelayan khususnya Batubara, Asahan dan Tanjungbalai serta Diskanla, segera mensosialisasikan alat tangkap yang dapat digunakan para nelayan. Sehingga dapat dengan tenang mencari nafkah di tengah laut dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.

Mewakili Lanal TBA, Letda Laut (P) Philipus ES dan mewakili Dit Pol Air Polda Sumut AKP Ario Putranto dan Kasat Pol Air Tanjungbalai AKP Bakhdar mengatakan, ke-28 kapal yang dibawa ke Belawan diupayakan penyelesaiannya dengan cara pembinaan.

Sementara, Ketua SNI, Abdul Latif alias Sangkot mengaku, nelayan teng Kerang sebaiknya tidak boleh beroperasi. Sebab alat tangkap kapal tersebut dapat merusak terumbu karang, mengakibatkan ikan susah berkembang biak. "Dan berimbas pada sulitnya nelayan mencari ikan," pungkasnya. ***

5 Perusahaan di Deliserdang 'Rampas' Hak Normatif


SEJUMLAH perusahaan di Deliserdang Sumatera Utara tak memenuhi hak normatif buruh. Menjadikannya sebagai budak. Borok perusahaan ini dibeber massa Aliansi Buruh Bergerak Deliserdang (ABB-DS) saat gelar aksi demo di kantor Bupati Ashari Tambunan.

Pantauan di lokasi, Rabu (14/9) siang, kelompok massa buruh berteriak sambil membawa spanduk berisi petisi buruh, mengendarai puluhan sepedamotor. Mereka berorasi membacakan petisi yang ditandatangani 4 serikat buruh. Diantaranya Rian Sinaga dari FSPMI, Amin Basri dari SPI, Benhidris Nainggolan dari SP Merdeka RI dan Tony R Silalahi dari Ormas RRI.

Dalam petisi tertulisnya, buruh membeber persoalan buruh dan borok perusahaan yang belum diselesaikan Pemkab Deliserdang. Diantaranya PT Green Continental Furniture di Patumbak. Dimana sejak 2013 puluhan pekerja belum mendapatkan hak atas pesangonnya karena perusahaan tutup. Bahkan pengusahanya, investor asal Malaysia kabur. Lalu PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) Tanjungmorawa. Dimana hak-hak normative buruh 'dirampas'. Bahkan pengusahanya melakukan pemotongan upah terhadap buruh sampai jutaan rupiah, dengan modus nota barang hilang.

"Saat ini sudah puluhan pekerja di PHK semenamena dan ratusan buruh lagi tinggal menunggu giliran. Bahkan pimpinan DPRD sudah mengeluarkan rekomendasi pencabutan izin usaha PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) kepada bupati Deliserdang. Karena berdasarkan pemeriksaan dinyatakan melakukan pelanggaran aturan UU Ketenagakerjaan Nomor 13/2003. Namun sampai hari ini, bupati Deliserdang belum juga melaksanakan rekomendasi tersebut," tegas Rian.

Kemudian di PT Girvi Mas Tanjungmorawa, sebagian pekerja tidak mendapatkan hak atas jaminan sosial dan Ketua Serikat PUK FSPMI PT Girvi Mas di PHK semenamena oleh managemen perusahaan, karena memperjuangkan hak-hak anggotanya. Di PT Antara Kusuma terjadi tindakan pemberangusan serikat dengan melakukan PHK semenamena terhadap 32 orang pengurus dan anggota PK SPI. "Di PT Medisafe Technologies juga terjadi PHK semenamena terhadap pekerja. Kami minta Perda Perlindungan Ketenagakerjaan di Deliserdang. Tolak pemberangusan Serikat di Kabupaten Deliserdang. Hapuskan system kerja outsourching, kontrak, harian lepas, borongan di Kabupaten Deliserdang," tegas buruh

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Deliserdang, Jonas Damanik, yang menerima pendemo mengungkapkan, jika tuntutan dan borok perusahaan yang dibeberkan buruh akan menjadi masukan bagi Disnakertrans Deliserdang. Saat ini Penyidik PNS Disnakertrans Deliserdang juga sedang menangani laporan buruh terkait PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart). ***

Rabu, 28 September 2016

Warga Jalan Timah Berharap Pembongkaran Rumah Ditunda

WARGA Jalan Timah Medan, Selasa (20/9), mendatangi kantor DPRD Medan. Warga yang mayoritas kaum ibu itu, terisak-isak memohon kepada wakil rakyat, agar mendesak PT Kereta Api Indonesia (KAI) Medan, menunda upaya pembongkaran rumah mereka, Sabtu (24/9).

Kedatangan warga ini diterima anggota DPRD Medan Boydo Panjaitan. Menurut kuasa hukum Tim Pembela Masyarkat (TPM) Jalan Timah, Mahmud Irsyad Lubis, dari November 2014, ada sekitar 60 bangunan yang dibongkar PT KAI Medan. Alasannya untuk membangun double track. Pembangunan itu memakan lahan 12 meter.

Ditambahkannya, mereka kemudian mengadu ke DPRD Medan. Pada saat itu, komisi D DPRD Medan telah mengeluarkan surat rekomendasi kepada PT KAI, dengan nomor 551-2/1665 pada 17 Februari 2015. "Isi rekomendasi minta PT KAI mengizinkan pemakaian tanah sisa 6 meter dari tanah yang akan diperuntukkan untuk double track, kepada masyarakat korban penggusuran yang akan dibuatkan penampungan sementara. Sehingga adanya kekuatan hukum tetap dari pengadilan. Tapi sekarang hanya 4 meter saja yang bisa dipakai masyarakat," sebut Mahmud.

Dia juga menyebutkan, pihaknya telah mengajukan gugatan terkait pembongkaran itu dengan Reg no: 515/Pdt.G/2016/PN Medan. Bahkan, katanya, perkara ini telah sampai banding dengan akte banding nomor 170/2015. Akan tetapi, Mahmud melanjutkan, kemudian PT KAI mengeluarkan surat peringatan I dengan nomor KA.203/IX/1/DV.I-2016 dan surat peringatan II dengan nomor KA.203/IX/4/DV.I-2016 kepada masyarakat di Jl Timah.

"Isinya agar masyarakat membongkar bangunan mereka terhitung 7 hari. Jadi Sabtu depan nanti, mereka akan melakukan pembongkaran. Karena itulah kita minta tolong pada anggota dewan agar tidak terjadi pembongkaran itu," ujarnya.

Menanggapi ini, Boydo menuturkan akan menghubungi pihak PT KAI terkait pembongkaran itu. "Kita akan tanyakan apakah memang ada sosialisasinya. Sabtu nanti saya juga akan usahakan kesana untuk lakukan negosiasi dengan mereka," pungkasnya.***

Awas!! Alih Fungsi Habiskan Lahan Pertanian Produktif



ALIH fungsi lahan pertanian di Kecamatan Tanjungmorawa Kabupaten Deliserdang Sumatera Utara menjadi kawasan industri, pemukiman dan pertokoan, kian marak. Dugaan adanya kongkalikong pihak pengembang dan dinas terkait pun kian menguat.

Alih fungsi lahan membawa dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Jika terus dibiarkan, maka lahan-lahan pertanian produktif akan habis. Alih fungsi lahan menunjukkan ketimpangan dalam penguasaan lahan, yang lebih didominasi pihak kapitalis.

"Apalagi hanya dengan mengantongi izin mendirikan bangunan dari pemerintah," ungkap ketua kelompok tani di Kecamatan Tanjungmorawa, Bonar Sinaga, Selasa (20/9).

Salah satu buktinya, katanya, para investor Perumahan Palm Indah Mas di Desa Bangun Sari Baru Kecamatan Tanjungmorawa, kini sudah merambah ke pelosok-pelosok desa. Hampir semua daerah dijamah dan lahan-lahan
pertanian produktif dibebaskan untuk permukiman. Inilah kemudian yang mendorong terjadinya alihfungsi lahan pertanian ke non pertanian.

"Jika izin-izin alihfungsi lahan pertanian tersebut tetap dikeluarkan, maka Kadis Pertanian Deliserdang Syamsul Bahri, yang paling bertanggungjawab dalam masalah ini. Karena jika dibiarkan dan tidak terkendali, maka berdampak negatif bagi masyarakat. Mengingat penting dan bermanfaatnya lahan pertanian bagi masyarakat," paparnya.

Salah satu perwakilan investor Perumahan Palm Indah Mas di bagian pemasaran, saat dikonfirmasi wartawan, mengaku, segala bentuk surat menyurat yang dibutuhkan telah dikeluarkan Pemkab Deliserdang. Hanya saja, katanya, bagi masyarakat yang membeli rumah di perumahan tersebut, pihak pengembang hanya mengeluarkan surat hak guna bangunan (HGB). "Soal surat hak milik dapat diurus secara pribadi," tandasnya. ***

Selasa, 27 September 2016

Proyek Pembetonan Bikin Warga Sengsara

PEMBETONAN jalan di Jalan Denai Kota Medan asal jadi. Proyek yang belum rampung ditinggalkan terbengkalai dan menjadi kubangan kerbau. Akibatnya jika hujan, air tergenang setinggi 30 cm. Warga pun sengsara.

Pantauan di lapangan, Senin (26/9), pengerjaan proyek pembetonan jalan baru tuntas dikerjakan kontraktor mulai dari Pos Polisi Sukaramai sampai di depan Gang Rukun. Akibat proyek terhenti, ujung bibir jalan, persisnya di depan Gang Rukun kupak-kapik dan punuh lobang.

Andri, pengendara roda dua mengatakan, meski jalan diperbaiki Dinas PU Bina Marga melalui kontraktor, tapi pembetonan menjadi sia-sia. Karena jalan itu tidak diperbaiki sepenuhnya dan terhenti begitu saja. Otomatis, proyek yang dikerjakan mubazir dan menghamburkan uang negara miliaran rupiah.

"Untuk apa jalan ini dibeton kalau pengerjaannya tidak tuntas dikerjakan. Seharusnya sepanjang Jalan Denai diperbaiki. Sebab, kondisi badan jalan sangat rendah dan bila hujan, mudah tergenang banjir. Sekarang kenderaan yang melintas harus hati-hati. Soalnya, sudah ada pengendara roda dua yang terjatuh," kenangnya.

Selain Andri, pengendara roda empat, Zulfikar menambahkan, mobil yang melintas seperti di dasar laut. Mobil seakan terkena ombak. Sebab ban mobil terjerembab ke lobang jalan. Mobil pun oleng ke kanan dan ke kiri. "Bisa-bisa perut turun akibat kondisi jalan rusak dan tergenang air. Apalagi badan jalan tidak kelihatan," kesalnya.

Sementara itu, warga Jalan Denai yang rumahnya tampak kumuh akibat kondisi jalan tergenang air, minta agar Dinas PU Bina Marga melanjutkan proyek tersebut. Sehingga kondisi jalan tidak parah seperti ini. "Kalau jalan itu dibiarkan dan tidak diperbaiki, bagaimana jalan ini nantinya," tandas Arman, diamini warga lain.

Warga khawatir, bila bibir jalan yang terhenti pengerjaannya tidak diperbaiki Dinas PU Bina Marga, besar kemungkinan bila hujan, pemukiman warga banjir dan kumuh. Sebab itu, warga mendesak agar akses jalan umum itu segera dilakukan perbaikan. "Jangan gara-gara proyek ini terhenti, warga sengsara," sesalnya. ***

Pembangunan Listrik Nasional di Binjai Masih Pro Kontra

Pembangunan Listrik Nasional di Binjai Masih Pro Kontra

PRO kontra di kalangan masyarakat dalam pembangunan sutet di Kelurahan Nangka Kecamatan Binjai Utara, kini masih belum mendapat kepastian. Adanya masyarakat yang menolak dan menerima pembangunan tersebut, disinyalir merupakan politik dari oknum tertentu, agar mendapat keuntungan dalam pembangunan tersebut.

Seratusan massa dari Kecamatan Binjai Utara dipimpin Herianto, warga Kelurahan Jati Makmur Binjai, melakukan aksi ke kantor DPRD Binjai. Mereka kesal melihat tindakan para politisi Kota Binjai yang dinilai tak memahami persoalan masyarakat Binjai secara keseluruhan.

"Para politisi itu ke lokasi pembangunan tower, layaknya hakim pengadilan, langsung memerintahkan  pekerja menghentikan kegiatan pembangunan proyek listrik nasional tersebut. Mereka adalah M Syarif Sitepu, Hj Juliati, HM Yusuf, T Matsyah, Ardiansyah, Irfan Ahmadi, Hj Emagata dan Maruli Malau. Hei komisi A, jangan jual nama rakyat untuk menghalangi pembangunan tol listrik. Ayo warga Binjai jangan pilih lagi komisi A. Kita boikot mereka," tandas Koordinator Lapangan Ichwan dalam orasinya, Kamis (22/9).

Menanggapi itu, Ketua Komisi A DPRD Kota Binjai, Ir Syarief Sitepu, membantah kalau mereka menghambat pembangunan Tower Sutet. Tetapi, katanya, sebagai penengah agar tak ada yang dirugikan. Sebab, sebagai wakil rakyat, fungsi mereka menampung aspirasi.

"Kami hanya berupaya menyatukan masyarakat dengan kebutuhan sutet. Memang secara filosofisnya harus kita dukung pembangunan nasional ini. Tapi kebutuhan masyarakat harus kita tanggapi, ayo pemerintah kota dapat bijaksana dalam menyikapi hal ini. DPRD bukan provokator," ungkap Syarief. ***

Tuntaskan Konflik Agraria di Sumatera Utara

Massa Komite Rakyat Bersatu (KRA), Senin (26/9) pagi, berunjukrasa ke gedung DPRD Sumut, menyampaikan tuntutan penyelesaian konflik agraria sekaligus seruan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Tanah DPRD Sumut.

"Laksanakan UU Pokok Agraria Nomor 5/1960. Bagikan 2 Ha tanah kepada rakyat petani dan kembalikan seluruh tanah milik masyarakat Sumut yang dirampas PTPN II, III dan IV. Distribusikan lahan eks HGU PTPN II seluas 5.873,06 Ha sesuai data nominatif, yang sudah diajukan kepada Gubsu dan pemerintah pusat. Kami juga minta DPRD Sumut membentuk Pansus Tanah dan ikut menyelesaikan semua konflik agraria di Sumut," ungkap seorang pengunjukrasa.

Ketua Komisi A DPRD Sumut Sarma Hutajulu SH (F-PDIP) dan anggota Komisi A Burhanuddin Siregar SE (F-PKS), yang menemui pengunjukrasa, mengatakan, Komisi A DPRD Sumut akan menggelar RDP Selasa (27/9) bersama pihak-pihak terkait membahas konflik agraria di Sumut. "Besok kami undang mereka pukul 10 pagi. Kalo teman-teman di sini bisa hadir, silahkan datang. Kita upayakan juga membahas Perda tanah adat besok. Soal Pansus Tanah, kami segera mendorong dan memperjuangkan sesuai Tatib Dewan. Kami beri 1 tahun kepada Gubsu HT Erry NUradi menyelesaikan masalah eks HGU PTPN II," kata Sarma.

Terpisah, seorang pendemo, H Syamsul Hilal, mengungkapkan, Gubsu punya wewenang besar dalam menyelesaikan konflik agraria selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat. "Kita minta beliau melakukannya untuk kepentingan rakyat Sumut," kata Syamsul.

Tuntaskan
Terpisah, massa Serikat Petani Indonesia (SPI) yang membawa spanduk long march di Jalinsum Medan-Tebingtinggi, protes penuntasan konflik agraria di Desa Pamah Kecamatan Silindak Sergai. "Tanah seluas 250 Ha dirampas perkebunan PT Cinta Raja puluhan tahun dan sampai sekarang tidak ada langkah penyelesaiannya," ungkap Koordinator Aksi, Jekson Purba.

Jekson menegaskan, UUPA harus menjadi dasar utama penyelesaian konflik agraria. Apalagi agenda land reform sudah masuk RPJMN, maka Pemkab Sergai punya kewajiban menjalankannya. Dan petani berhak atas 2 ha lahan untuk produksi. Namun hingga kini, kondisi kian terbalik. Petani tidak bertanah, malah perkebunan menguasai tanah rakyat. "Hingga petani terjebak dalam kemiskinan. Dan kini petani terjebak konflik agraria dengan perkebunan PT Cinta Raja," pungkasnya. ***

Senin, 26 September 2016

Raskin dan Voucer Pangan

MULAI awal 2017, Presiden Jokowi memastikan program pendistribusian beras untuk rakyat miskin (raskin) diganti jadi voucer pangan.

Ada sikap optimistis dari reformasi kebijakan ini. Rakyat yang belum sejahtera dan belum mampu, punya banyak pilihan untuk membeli bahan kebutuhan pokok dengan kualitas lebih baik. Bahkan, rakyat akan memperoleh nutrisi, protein dan karbohidrat lebih seimbang.

Jika menilik ke belakang, program Raskin dalam ketahanan pangan yang telah berjalan dan bertahan selama 17 tahun sampai sekarang, juga tak luput dari banyak permasalahan. Mulai dari jatah warga yang dibatasi sampai kepada si penerima bukan yang berhak.  

Dalam penyaluran raskin di lapangan terjadi penyelewengan dan manipulasi, sebagaimana banyak diberitakan di media massa. Raskin dijual ke penadah, penyaluran raskin yang salah sasaran dan raskin tak layak yang dikeluhkan warga, bukti penyelewengan dan manipulasi dalam penyaluran raskin.

Tidak hanya salah sasaran, kesalahan dalam penyaluran raskin juga terjadi karena mutu beras yang jelek, dijual lagi ke pasar, jumlah berkurang, tidak sesuai harga, ada biaya tambahan dan tunggakan hasil penjualan tidak disetor ke Bulog.

Dalam catatan penulis, yang berpeluang melakukan kejahatan raskin adalah di gudang, kepala gudang dalam tupoksi secara khusus tanggungjawab keluar dan masuk barang serta menjaga kualitasnya. Tak heran jika yang terjadi di masyarakat, beras susut dan kualitas tak terjamin.

Program raskin ini ibarat gadis primadona cantik yang mengajak kencan, berbagai cara taktik, politik dilakukan untuk mengejar kenikmatan sesaat. Seiring pergantian program raskin ke voucer pangan, Bulog pun dikembalikan lagi fungsinya sebagai stabilisator harga beras dan penyanggah harga gabah petani yang jatuh.

Kesalahan-kesalahan dalam pendistribusian raskin bisa dihempang jika program raskin diganti voucer pangan tadi. Tetapi yang patut diwaspadai dan menjadi pertanyaan sekarang adalah soal metode pendistribusian voucer pangan tersebut. Kalau dikatakan efisien, memang lebih memungkinkan jika dibanding pendistribusian raskin yang butuh tenaga dan biaya. Tetapi apakah juga pendistribusiannya akan bisa tepat sasaran?.***

Tugas Besar

KETUA Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik, Kamis (7/7) pukul 21.07 WIB, menghembuskan nafas terakhir setelah dirawat tiga hari di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), akibat Infeksi abscessus.

Banyak yang kaget. Apalagi Husni dinilai sebagai salah satu pemimpin muda yang cemerlang mengelola KPU  sebagai penyelenggara hajatan politik, paling berpengaruh bagi masa depan bangsa. Pemilihan umum, baik di tingkat nasional maupun daerah.

Selama ini, Husni dikenal sebagai pemimpin lembaga negara yang baik dan teguh dalam bersikap. Termasuk prinsipnya untuk kebenaran demokrasi. Salah satu prestasi gemilang Husni adalah ketika Pemilu 2014 dan Pilkada 2015 serentak.

Husni juga tercatat berhasil meningkatkan partisipasi aktif masyarakat Indonesia datang ke Tempat Pemilihan Suara (TPS), memilih pemimpin sesuai dengan hati nuraninya. Bahkan, saat itu Husni berhasil menjaga kerasnya pertarungan dalam pemilihan Presiden secara langsung.

Bahkan, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai, Husni Kamil Manik merupakan sosok cakap dalam memimpin. Sangat tenang menghadapi tekanan yang terjadi. Sebagai pribadi yang tegas, Husni tidak mudah diintervensi dalam menjalankan tugasnya.

Lalu, bagaimana KPU sepeninggal Husni?. Semua pihak tentu berharap lembaga ini bisa meningkatkan kualitas dan profesionalitasnya. KPU perlu meningkatkan perannya pada setiap gelaran Pemilu. Bersinergi dengan banyak lembaga untuk mengawal kelancaran proses Pemilu.

Sepeninggal Husni pula, lembaga penyelenggara Pemilu ini tentu butuh pemimpin baru. Terlebih dalam waktu dekat, pada 2017 akan dilaksanakan Pilkada serentak gelombang kedua. Untuk itu, sebenarnya mekanisme pergantian menjadi hal yang perlu dibicarakan lebih lanjut.

Keberlangsungan jabatan ketua KPU tentunya tidak akan mengalami kesulitan kedepan. Sebab, ketua dipilih oleh anggota dan internal KPU tentu akan lakukan pleno, menunjuk siapa pengganti ketua KPU. Pergantian ketua KPU tentu tidak harus lagi mengulang ke DPR. Karena sebelumnya, ketika dipilih di DPR ada nomor delapan dan sembilan, yang bisa menjadi pengganti. Hanya dari pengganti itu perlu dicek kembali apakah yang bersangkutan telah menjadi anggota partai atau tidak. Bahkan harus bersih dari kasus hukum.

Intinya, tugas besar sepeninggalnya Husni Kamil Manik, harus berjalan sukses. Seperti harapan Husni dalam pesan terakhirnya kepada Ketua Bawaslu Muhammad, agar semua orang Indonesia sadar politik. Sehingga bisa berpartisipasi terhadap Pemilu. Kepada seluruh jajarannya di KPU, Husni juga berpesan untuk bisa menjalankan Pemilu menjadi lebih baik lagi. Sehingga kualitasnya kian meningkat. ***

Ayo Jaga Citra


TANPA disengaja, serangan teroris di Jalan Thamrin Jakarta Februari 2016 lalu, menjadikan kampanye "Turn Back Crime" sangat sukses di Indonesia.

Peristiwa itu membuat kaos biru tua bertuliskan "Turn Back Crime" dipadu celana kargo dan sepatu kets, kian populer. Dan jadilah gaya berpakaian identik polisi keren. Padahal, inti kampanye "Turn Back Crime" milik Interpol itu, adalah bagaimana agar masyarakat aman dari beragam bentuk kejahatan. Bagaimana individu, korporasi serta pemerintah, bersama-sama melawan kejahatan.

Sementara, di sisi lain, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, tak memungkiri ada penurunan citra polisi di mata masyarakat. Menurut dia, banyak hal yang membuat citra Korps Bhayangkara itu menurun.

Memang, pelayanan publik yang belum maksimal menjadi salah satu penyebab menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap polisi. Ditambah sikap oknum polisi yang seharusnya menjadi PELINDUNG dan PENGAYOM warga sipil, malah kian menanam bibit kebencian warga.

Kasus penganiayaan yang dilakukan oknum polisi terhadap penjaga warung internet di Kota Medan, yang diduga karena ada siswa main internet saat jam sekolah, adalah yang teranyar. Aksi brutal oknum polisi yang menyerang penjaga warnet bahkan sempat memukul siswa secara membabibuta, terekam jelas di CCTV.  

Tanpa disadari, prilaku tersebut justeru menjatuhkan dan menurunkan kepercayaan publik. Dan tentu ini dapat merugikan organisasi Polri. Jika salah satu anggota saja melakukan pelanggaran, maka hal itu akan berdampak pada seluruh institusi Polri. Karena pelanggaran yang terjadi itu memberikan gambaran kalau satu kesatuan itu "brengsek"!!.

Polri harus berani melakukan otokritik, meski butuh sikap jujur dan berani menegur oknum polisi yang salah. Inilah sikap seorang ksatria, bukan cuma kemenangan yang diraihnya, melainkan juga kejujuran dan ketulusan mengaku kalah dan salah. Ksatria bukan hanya karena berhasil mengalahkan atau menangani orang lain, melainkan juga mengalahkan diri sendiri.

Dan...Polri hendaknya memiliki sikap ksatria ini. Polri juga harus berani mengaku salah dan mau menangani anggotanya yang tidak benar. Untuk itu, sangat dibutuhkan jajaran petinggi Polri yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan soal moral dan integritasnya, yang mau mundur dan diproses hukum bila dirinya berbuat salah. Ayo Polri!!, tetap jagalah citramu, MELINDUNGI dan MENGAYOMI....

Sabtu, 24 September 2016

Fenomena PKL


Fenomena pedagang kaki lima (PKL) identik dengan dua masalah pelik perkotaan. Kemacetan lalu lintas dan kumuh. Tak hanya menyimpan stigma mengganggu arus lalu lintas kendaraan bermotor, PKL kerap menempati trotoar yang diperuntukkan bagi pejalan kaki. Ketika pemerintah berupaya mengembalikan fungsi jalan dan trotoar, pada umumnya kaum PKL akan melawan.

Perlawanan sering diwarnai tangis dan amarah. Bahkan, darah tak jarang tumpah ketika terlibat bentrokan dengan aparat keamanan yang mem-back-up Satpol PP. Problem pelik inheren yang berlangsung bertahun-tahun di berbagai kota di Indonesia. Menggusur rakyat kecil yang mengais keuntungan dari usaha dagang secara mandiri.

Penguasa yang umumnya tak mampu memberi lapangan pekerjaan, lebih suka unjuk kekuatan. Menggusur pedagang tanpa memberi solusi dan masa depan PKL.

Catatan penulis, di awal kepemimpinannya menjabat walikota Solo tahun 2005, Joko Widodo (Jokowi), dengan gamblang dan tanpa beban mengatakan kepada koordinator 11 paguyuban yang mewadahi 989 pedagang, akan memindahkan lapak mereka. Apa yang dilakukan Jokowi merupakan aspirasi dan permintaan masyarakat Solo ketika itu. Tanpa banyak alasan bahkan penolakan, para pedagang yang semula menggelar dagangannya di kawasan Monumen 1945 Banjarsari, pindah ke lokasi baru di Pasar Klithikan Notoharjo, kawasan Semanggi. Permintaan Jokowi itu berlangsung pada jamuan makannya yang ke 54 kali. Dimana, strategi jamuan makan Jokowi tersebut, dengan mengundang para koordinator paguyuban pedagang.

Para PKL ini selain pada awalnya memasang harga mati untuk dipindahkan, mereka telah menghuni lokasi tak sesuai peruntukkan kawasan elit itu sekitar 20 tahun.

Potret kelam penanggulangan PKL yang berbeda 180 derajat dengan cara Jokowi "memanusiakan" PKL Solo. Relokasi demi relokasi pun terjadi disana tanpa huru hara. Tak ada darah tumpah dan air mata. Yang meleleh adalah air mata bahagia. Bukan air mata derita.

Fakta tak terbantahkan dari situasi tersebut, tergambar dalam pawai atau kirab boyongan PKL dari lokasi lama ke lokasi baru.

Sekarang, untuk Kota Medan kita tercinta ini, walikota Dzulmi Eldin, tidaklah harus latah meniru gaya Jokowi dalam menertibkan pedagang di Jalan Sutomo dan sekitarnya. Utamanya untuk menghindari adanya korban. Baik dari dari Satpol PP maupun dari pedagang itu sendiri. Penertiban pedagang juga tidak harus dilakukan berulang-ulang, apalagi jika diwarnai bentrokan. Ada strategi lain yang mungkin lebih bijak dan cerdas.

Jika memang pak wali atau pak wakil walikota punya cara jitu lebih bijak dan cerdas itu, mohon tertibkanlah PKL di seputaran Pajak Sukaramai. Karena masyarakat dan pengguna jalan telah dirampas haknya. Tak nyaman dan terganggu atas kemacetan yang dialaminya saat melintas di kawasan itu. Atau PKL-PKL lain di Kota Medan ini yang tidak pada tempatnya. Misalnya di Jalan Halat Medan di seputaran perkuburan dan di Jalan Gedung Arca Medan di sekitar kampus ITM dan UMSU. Karena memang kemacetan dan kumuh yang ditimbulkannya tetap akan mengganggu masyarakat. Semoga saja bisa dilakukan segera. (*)

Budaya Malu

Cerita ini tidak sepopuler kasus reklamasi-nya Ahok yang berbuntut pada pemeriksaan Ahok sebagai saksi oleh KPK. Tak pula segeger konflik Saut Situmorang dengan HMI, yang akhirnya menghimpun kekuatan mahasiswa melaporkan Saut ke polisi. Atau bahkan segempar kasus mahasiswa bunuh dosen di UMSU Medan, hanya karena dipicu si mahasiswa kerap dimarahi sang dosen.

Ini sebuah cerita yang begitu saja mudah untuk dilupakan. Padahal menurut penulis merupakan suatu pembelajaran berharga dari sikap seorang ksatria yang patut menjadi contoh. Ya, ketika seseorang meletakkan jabatannya dengan beragam alasan, budaya malu masih melekatinya...mungkin!.

Semisal, ada Dicky Chandra, wakil bupati Garut yang mundur dari jabatannya karena berbeda prinsip dengan bupatinya. Ada Prijanto, yang mundur dari wakil gubernur DKI Jakarta, karena tidak pernah diikutsertakan dalam memimpin ibukota oleh Fauzi Bowo. Teranyar, Walikota Jakarta Utara, Rustam Efendi, mundur karena kinerjanya dinilai Ahok masih kurang.

Di Sumatera Utara, ada Syamsul Arifin yang 'terpaksa' menyudahi kepemimpinannya sebagai gubernur Sumut, karena kasus korupsi APBD Langkat 2000-2007 saat dirinya masih bupati Langkat. Ada juga Rahudman Harahap, yang juga 'harus' meletakkan jabatannya sebagai walikota Medan, akibat dililit kasus korupsi Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Tapanuli Selatan semasa dirinya menjabat Sekda Tapsel tahun 2005. Bahkan lebih heboh, Gatot Pujonugroho yang 'dipaksa' nonaktif sebagai gubernur Sumut karena kasus suap dan Bansos, harus menyeret beberapa nama, anak buahnya sendiri di jajaran Pemprovsu dan sejumlah legislator Sumut.

Mundur tanpa atau karena kasus hukum, paling tidak masih diwarnai unsur budaya malu. Bagaimana yang masih bercokol, bertahan atau mempertahankan jabatannya, meski masih sebatas saksi atau sudah tersangka, bahkan.

Sumatera Utara babak belur, menjadi bulan-bulanan KPK yang kerap mengobok-oboknya, akibat para elitnya tersangkut, terjerat, terseret kasus korupsi. Setelah sejumlah unsur pimpinan DPRD Sumut ditahan KPK, belakangan ada beberapa nama lagi yang ditetapkan KPK menjadi tersangka.

Sudah semestinya kita tumbuhkan budaya malu, menjunjung tinggi budaya malu. Setiap individu yang punya rasa malu, akan mampu mengendalikan diri, mengatur, sekaligus menjaga lisan dan prilakunya agar tetap terhormat. Tipisnya kemaluan itulah yang kini terasa sangat mengganggu perjalanan bangsa ini. Budaya malu yang sedemikian tipis, telah mendorong para elit negeri ini berlaku tak pantas. Ingin menang sendiri meski langkah mereka keliru dan bahkan mengkhianati aspirasi publik.

Belajar memiliki rasa malu itu sesungguhnya amat penting untuk memelihara negeri ini. Pejabat publik, wakil rakyat, juga elit politisi, sudah saatnya mulai belajar dan membudayakan rasa malu. Agar terhindar dari perangkap kepentingan-kepentingan pragmatis yang memalukan. Mereka mesti memulainya, untuk kemudian menjadi lentera bagi publik.

Budaya malu juga wajib tumbuh dalam dunia politik, pemerintahan dan kehidupan dalam berbangsa. Selama tidak menumbuhkan rasa malu, selama itu pula akan gagal menciptakan keadaan lebih baik bagi bangsa ini. Bagi politisi dan pejabat publik, memiliki rasa malu itu sangat penting untuk kembali menumbuhkan kepercayaan publik. Dengan menjaga rasa malu itu pulalah, kita akan menjadi bangsa yang bermartabat. Insya Allah...
     

Jumat, 23 September 2016

Etika





SORE pekan lalu, penulis dikagetkan dengan ribut-ribut beberapa orang di jalan gang, persis di depan rumah penulis. Rasa penasaran membuat penulis ingin tahu gerangan apa yang terjadi. Menyembulkan separo  badan sebatas dada ke kepala, penulis berdiri bersandar ke tembok, menyaksikan 6 pria sedang mendebat 2 orang, pria dan wanita.

"Jangan gitulah bang," kata si wanita, memegang erat stang sepedamotor yang ditungganginya sambil berkali-kali menepis tangan dua pria yang coba mengambil sepedamotornya.

Sementara pria teman si wanita tadi, coba melindungi dengan menghalangi 4 pria lainnya, yang juga berusaha coba mengambil paksa sepedamotor si wanita. Begitulah terus berulang berkali-kali, sampai terkadang intonasi argumen masing-masing pihak meninggi.

Ya...ribut-ribut itu....ternyata sedang berlangsung upaya tarik paksa sepedamotor oleh 6 pria. Tapi ada yang membuat janggal. Dari 6 pria itu, 2 diantaranya, yang memakai jaket hitam, mengenakan celana bermotif loreng, lengkap dengan sangkur di pinggang. Seragam TNI.

Bukan cuma penulis, tetangga kiri kanan juga keluar rumah, berbaris berdiri di tepian jalan ikut menyaksikan kejadian tersebut. Penulis bahkan, saking asyiknya melihat itu, membuat satu dari enam pria tersebut datang menghampiri. "Izin pak (sambil mengangkat tangan seperti memberi hormat)," ujarnya kepada penulis, yang akhirnya terjadi obrolan antara kami berdua.

Dari hasil obrolan singkat itu, diketahui, kalau 6 pria tersebut jasanya dipakai salah satu bank swasta, untuk menyelesaikan urusan tunggakan kredit sepedamotor yang sudah 2 tahun macet. Debt collector atau penagih utang. Lantas, kenapa harus dilakukan di jalanan dan mengapa pula harus melibatkan oknum TNI??.

Menyikapi pro kontra keberadaan debt collector, nampaknya perlu ditelusuri duduk persoalannya. Masalahnya hingga kini belum diperoleh jalan terbaik bagi yang bersengketa. Dengan semakin menjamurnya berbagai bentuk transaksi bisnis, yang melibatkan pihak seperti perusahaan maupun individu, tentu harus dipersiapkan perangkat peraturan untuk menghindari kerugian di salah satu pihak. Secara umum, persoalan debt collector akan mencuat mengiringi terjadinya kasus penunggakan pembayaran.

Memang ada beberapa alasan mengapa sebuah perusahaan menggunakan jasa debt collector untuk menarik piutang tak tertagih. Dalam melakukan penagihan kredit macet, debt collector tidak jarang atau seringkali menteror, mengintimidasi atau mengancam pihak penanggung utang. Cara yang demikian merupakan perbuatan yang berlawanan dengan hukum dan dapat menurunkan citra perusahaan yang diwakili debt collector.

Debt collector "KERAP MENGABAIKAN ETIKA". Karena para penagih utang lebih berorientasi pada keberhasilan tugasnya. Apa dan bagaimana pun itu caranya.

Ada jurus sakti yang bisa penulis bagi disini untuk menghadapi debt collector saat cicilan sepeda motor, mobil, perumahan, bank, BPR, koperasi, kartu kredit atau cicilan utang macet.

Pertama, sapalah dengan santun dan minta mereka menunjukkan identitas dan surat tugas. Tanyakan kepada mereka, siapa yang menyuruh mereka datang dan minta nomor telepon yang memberi tugas para penagih utang ini. Jika mereka tak bisa memenuhi permintaan Anda dan Anda ragu pada mereka, persilakan mereka pergi. Katakan, Anda mau istirahat atau sibuk dengan pekerjaan lain.

Jika para penagih utang bersikap santun, jelaskan bahwa Anda belum bisa membayar, karena kondisi keuangan Anda belum memungkinkan. Sampaikan kepada penagih utang bahwa Anda akan menghubungi yang terkait langsung dengan perkara utang piutang Anda. Jangan berjanji apa-apa kepada para penagih utang.

Jika para penagih utang mulai berdebat meneror, persilakan mereka ke luar dari rumah Anda. Hubungi pengurus RT, RW atau polisi. Sebab, ini pertanda buruk bagi para penagih utang yang mau merampas mobil, motor atau barang lain yang sedang Anda cicil pembayarannya.

Jika para penagih utang berusaha merampas barang cicilan Anda, tolak dan pertahankan barang tetap di tangan Anda. Katakan kepada mereka, tindakan merampas yang mereka lakukan adalah kejahatan. Mereka bisa dijerat Pasal 368, Pasal 365 KUHP Ayat 2, 3 dan 4 junto Pasal 335. Dalam KUHP jelas disebutkan, yang berhak untuk melakukan eksekusi adalah pengadilan. Jadi, apabila mau mengambil jaminan, harus membawa surat penetapan eksekusi dari pengadilan negeri.

Jika para penagih utang merampas barang Anda, segera ke kantor polisi dan laporkan kasusnya bersama sejumlah saksi Anda. Tindakan para penagih utang ini bisa dijerat Pasal 368 dan Pasal 365 KUHP Ayat 2, 3, dan 4 junto Pasal 335.

Dan yang terakhir, jangan titipkan mobil atau barang jaminan lain kepada polisi. Tolak dengan santun tawaran polisi. Pertahankan mobil atau barang jaminan tetap di tangan Anda sampai Anda melunasi atau ada keputusan eksekusi dari pengadilan.

Tak ada salahnya jurus-jurus ini dicoba jika sedang menghadapi masalah seperti kejadian di atas. Barangkali saja bermanfaat dan membuat sang debt collector atau para penagih utang bisa lebih beretika. Meninggalkan kesan BEGAL dan tanpa OKNUM BERSERAGAM. Semoga. ***

Kekuatan 'Raksasa'

AKHIR 2013 proyek kondominium Podomoro City Deli Medan berproses. Saat itu pula 'raksasa', salah satu properti yang merajai wilayah Jakarta merambah Kota Medan.

Hanya sayangnya, pembangunan megaproyek prestisius ini menyebabkan sejumlah dampak. Bukan hanya kematian orang, izin pembangunannya yang baru terbit 2015 itu, juga bikin rugi negara.

Dilansir dari sejumlah media cetak harian lokal, peristiwa pertama 25 Agustus 2014 dua pekerja dinyatakan tewas setelah jatuh dari lantai 10. Kemudian 8 Juni 2015, dua pekerja lagi tewas tertimpa material bangunan. Lalu Jumat 4 Desember 2015, tiga pekerja jatuh dari lantai 8 dan langsung meninggal di tempat. Dan Rabu 30 Maret 2016, Antoni Hutagalung, warga Jakarta dinyatakan tewas setelah jatuh dari lantai 10.

Peristiwa kecelakaan kerja terjadi berulang-ulang. Tapi proses hukumnya seolah masih misteri. Belum bisa diungkap aparat kepolisian. Sisi lainnya, tak sedikit pula kejanggalan dari proyek di lahan seluas 5,2 hektar eks Deli Plaza Jalan Putri Hijau Medan itu. Mulai dari bangunan yang dikerjakan tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB), perihal keselamatan kerja penyebab 8 orang meninggal, limbah proyek yang diduga pakai aliran Sungai Deli sampai kepada polemik dengan TVRI Sumut, terkait siaran langsung yang terhambat. Ini tentu perlu diklarifikasi penyelesaiannya.

Dan kini, skandal perizinan proyek Podomoro City Deli Medan, sedang berperkara di Mahkamah Agung (MA). Saat masih berperkara di PTUN Medan, ada nama Arisman Widjaya, yang sekarang telah menjadi tersangka KPK atas kasus suap.

Direktur Utama PT Sinar Menara Deli ini digugat ke PTUN Medan oleh Hamdani Harahap dari Yayasan Citra Keadilan, terkait penerbitan IMB proyek Podomoro City Deli Medan, yang tertuang dalam SK Walikota Medan No.645/299.K tanggal 24 Maret. Dalam salinan putusan PTUN Medan 28 Oktober 2015 yang memenangkan Hamdani Harahap, menegaskan agar walikota Medan membatalkan SK Nomor 645/299.K tentang IMB Podomoro City Deli Medan dan mencabut kembali SK tersebut.

Nama Arisman Widjaya yang sekarang tersangka di KPK itu, kian menguatkan ada kesamaan permainan antara kasus Jakarta dengan Podomoro di Medan. Arisman Widjaya yang ditetapkan tersangka atas perkara suap terhadap Anggota DPRD DKI Jakarta M Sanusi, bertindak sebagai Presiden Direktur Agung Podomoro Land (APL), salah satu 'raksasa', properti yang merajai Jakarta. Dia disangkakan menyuap untuk mempengaruhi perubahan peruntukan proyek reklamasi di Jakarta Utara.

Anjing menggonggong kafilah berlalu. Saat warga resah soal kejanggalan perizinan, pembangunan Podomoro Deli City Medan justeru kian bergeliat. Pantas saja situasi ini masih terus berlangsung. Karena Pemko Medan sendiri tak bisa berbuat apa-apa. Dan ternyata ada kekuatan besar di balik kasus itu yang tak bisa mereka lawan. Dan itu diungkapkan Kepala Seksi Perizinan Dinas TRTB Medan, Lasni, dalam rapat terbatas dengan komisi D DPRD Medan dan Laskar Anti Korupsi Pejuang 45 Kota Medan, Kamis 21 April 2016 lalu.
Anehnya, pernyataan Lasni ini jauh berbeda dengan pengakuan Kepala Dinas TRTB Medan Sampurno Pohan, yang mengaku tak ada intervensi dalam proses perizinan megaproyek kondominium di Kota Medan tersebut. Apakah ini juga karena kekuatan 'raksasa' itu?. ****

Gurita Percaloan SIM




BUKAN lagi menjadi rahasia umum, jika sistem percaloan dalam pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Kantor Satlantas Polresta Medan, di Jalan Adinegoro Medan, begitu telah sangat membudayanya.

Kesan bersih dan bebas dari aksi calo, seakan memang sengaja dikemas untuk mengelabui kasat mata masyarakat, khususnya para pemohon SIM. Lihat saja, para calo yang biasanya "bertengger", mangkal berbaris di sepanjang trotoar depan Kantor Satlantas, yang bertebaran di keramaian parkiran sepedamotor, tak lagi berteriak-teriak menawarkan jasanya.

Sementara, imbauan dari pihak Satlantas melalui pengeras suara, malah terdengar sangat menyedihkan. Miris, ketika ada peringatan untuk tidak menggunakan jasa calo dalam pengurusan SIM, justeru di internal Satlantas itu sendiri "bersarang" calo dengan beragam 'style'. Menggurita. Mulai dari pos jaga di pintu masuk gerbang kantor Satlantas Polresta Medan, hingga di bagian pemberkasan. Praktik percaloan kian tampak jelas dari perlakuan dan sikap petugas, terhadap pemohon SIM yang harus rela merogoh koceknya ratusan ribu rupiah untuk SIM C. Kesan diskriminasi itu sepertinya juga sudah menjadi satu budaya.

Masih segar dalam ingatan, ruangan Registrasi dan Identifikasi (Reg Iden) Sat Lantas Polresta Medan, baru-baru lalu digrebek dan diobok-obok Divisi Propam Mabes Polri. Puluhan petugas diamankan. Puluhan berkas permohonan Surat Izin Mengemudi (SIM) juga disita dari meja petugas. Penggerebekan dilakukan setelah Tim Divisi Propam Mabes Polri menemukan praktik percaloan pengurusan SIM di Kantor Satlantas Polresta Medan.

Sayangnya, aksi penggrebekan Mabes Polri tersebut dimentahkan pihak Polresta maupun Poldasu yang dikemas dengan kata 'supervisi'. Barangkali, karena masih sama-sama satu institusi, saling melindungi juga menjadi bagian dari motto institusi Polri tadi, sebagai "pengayom dan pelindung" tetapi bukan "menutupi".

Terlepas dari itu semua, sudah bisa dipastikan kalau sistem pengurusan SIM di Satlantas Polresta Medan memang tidak beres. Bahkan terendus sampai ke Mabes Polri, ada yang salah dengan sistem pelayanan pengurusan SIM tersebut.

Kalaupun setelahnya, pasca pengrebekan, akan ada perubahan dari sistem pelayanan pengurusan SIM di Satlantas Polresta Medan, itu artinya baik. Apalagi akan lebih memudahkan masyarakat, para pemohon SIM, dalam proses dan prosedur mengurus SIM. Tidak hanya agar tidak memberatkan masyarakat. Tetapi, harapannya kedepan, pelayanan pengurusan SIM benar-benar akan sesuai prosedur.

Jika sistem pelayanan pengurusan SIM akan diperbaiki, berarti ada yang salah dengan sistem sebelumnya. Jika ada yang salah dengan sistem pelayanan pengurusan SIM, berarti menyangkut kebijakan yang juga keliru. Jika ada kebijakan yang keliru, berarti ada pimpinan yang nggak benar. Dan jika ada pimpinan yang nggak benar, maka GANTI PIMPINAN. Tidak hanya pucuk pimpinan, tetapi oknum petugas di semua lini yang berpotensi ke arah percaloan. Inilah konsekuensi dari gurita percaloan SIM yang ada di Satlantas Polresta Medan. Dengan pimpinan yang baru, mungkin akan membawa suasana segar dengan sistem-sistem yang baru lebih memudahkan masyarakat. Semoga....